Cuaca hari ini
begitu ekstrim yang tadinya panas menyengat sejak pagi, menjelang sore berubah
menjadi digin dengan hujan yang sangat
lebat. Aku sejak tadi berdiri sendirian di depan gerbang kampus menunggu hujan
reda. Aku tidak bisa pulang karena hari ini aku tidak bawa motor ke kampus.
“Dre !”
Tiba-tiba terdengar suara seseorang
memanggilku. Ku menoleh dan kulihat sesosok yang kukenal meskipun aku tidak
begitu akrab dengannya.
“Oh, kamu Vir, ada apa?”, sahutku pada
Virdan.
“Kok kamu masih disini, kenapa gak
pulang?”, tanya nya padaku.
“Harinya kan masih hujan jadi aku gak bisa
pulang, mana rumahku jauh lagi”, jawabku.
“Daripada kamu mojok disini sendirian dan
yang lain sudah pada pulang, mendingan kamu ikut aku”, ajaknya.
“Memangnya mau kemana?”, tanyaku.
“Ke rumahku aja, dekat kok dari sini”,
jawabnya.
“Ya sudah boleh juga kalau begitu”,
kataku.
Kami pun
beranjak pergi meninggalkan kampus dan menju rumahnya dengan mengendarai motor
ninja miliknya. Meskipun pakaian yang kami kenakan cukup basah akibat kehujanan
di perjalanan akhirnya kami sampai di rumahnya. Ini baru pertama kalinya aku
berkunjung ke rumahnya. Ternyata dia adalah orang yang sangat kaya dengan rumah
mewah yang dihiasi dengan taman yang luas dan air mancur berada ditengah-tengah
taman. Virdan orangnya tidak seperti orang kaya pada umumnya yang sering
memamerkan harta mereka, ia berbeda dan sama sekali tidak pernah memperlihatkan
ataupun memamerkan kekayaan yang dimilikinya. Setahuku ketika di kampus ia
terlihat biasa-biasa saja.
Sesampainya di
rumah ia langsung memarkirkan motornya di dalam bagasi yang kulihat ada lima
buah mobil merek terkenal dan mahal di sana. Dia mengajakku masuk ke dalam
rumahnya dan disambut oleh seorang wanita yang ternyata adalah ibunya.
“Kamu sudah pulang Vir, ini siapa?” tanya ibunya.
“Oh iya ma, perkenalkan ini Andre teman
sekampusku”, jawabnya. Sambil memperkenalkanku pada ibunya.
“Andre, tante”, ucapku sambil menyalami
ibunya.
“Saya ibunya Virdan, salam kenal ya”,
balasnya sambil tersenyum.
“Virdan, ayo ajak Andre ke kamarmu pinjami
ia pakaian ganti kasihankan basah kuyup begitu”, suruh ibunya.
“Iya ma”, jawabnya.
Aku pun diajak Virdan ke kamarnya yang ada
di lantai dua.
“Aku
masuk dulu ya tante”, kataku pada ibunya.
“Iya silakan, tapi setelah itu kalian
berdua makan ya, ini sudah tante siapkan , pesan ibunya.
“Terima kasih tante,” ucapku sambil menuju
kamar Virdan.
Ibunya Virdan seorang wanita yang baik
sama seperti Virdan.
Di kamarnya aku
dipinjami pakaian dan disuruh memilih yang mana yang aku suka. Meskipun begitu
aku merasa sungkan dan memintanya untuk memilihkannya untukku. Kemudian ia
memberiku pakaian yang menurutku itu sangat bagus sekali, padahal aku minta
yang biasa saja. Selesai berganti pakaian kami ke meja makan dan disana sudah
tersedia berbagai macam makanan. Kami pun makan bersama-sama dan ibunya Virdan
menyuruhku untuk menambah makananku. Tetapi aku menolak karena sudah merasa
kenyang. Setelah selesai makan aku beristirahat sebentar di teras samping
rumahnya yang kebetulan ada kolam renangnya.
Hari menjelang
magrib dan hujan pun sudah reda. Aku berpamitan pada ibunya untuk pulang.
“Tante, aku pulang dulu ya dan terima
kasih banyak atas semuanya” kataku pada ibunya.
“Iya sama-sama, kapan-kapan datang lagi
ya,” kata ibunya.
“Iya tante, kapan-kapan aku mampir lagi
kesini”, kataku.
Aku
pun diantar pulang oleh Virdan sampai rumahku. Memang rumahku tak semewah milik
Virdan, tetapi rumah sederhanaku ini tertata rapi dan bersih.
“Terima kasih banyak ya Vir merepotkan
kamu”, ucapku.
“Iya gak apa-apa, biasa aja lagi”,
sahutnya.
“Mau mampir dulu”, ajakku padanya.
“Nanti kapan-kapan dan salam aja buat ibu
kamu ya”, jawabnya sambil memalingkan motornya.
“Iya akan aku sampaikan, kata ku. “Vir,
ini pakaianmu gimana?”, tanyaku lagi.
“Pakai aja dulu nanti saja dikembalikannya”,
jawabnya.
“Aku pulang dulu”, ujarnya sambil
menjalankan motornya.
“Hati-hati”, jawabku dengan suara agak
nyaring.
“Sip”, sahutnya disertai acungan jempol.
Tak
terlihat lagi ia dan motornya ditelan hari yang mulai gelap tanda datangnya
malam. Aku pun masuk ke dalam rumahku dan ku sampaikan salam darinya untuk
ibuku.
***
Aku
dan Virdan menjadi sahabat akrab. Saking begitu akrabnya banyak orang menyangka
bahwa kami adalah saudara kandung. Kami saling membantu satu sama lain, bila
berkenaan dengan perkuliahan aku yang selalu membantunya. Sebaliknya, bila
berkaitan dengan materi pasti dia yang selalu membantuku. Karena dia tahu bahwa
aku adalah orang yang berasal dari keluarga sederhana sedangkan dia berasal
dari keluraga kaya. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah buatnya. Untuk berbuat
baik dia tidak pernah memandang status seseorang.
Sepulang dari kuliah aku dan Virdan pergi
kesebuah kafe untuk makan siang. Tentu saja ia yang mengajakku, kadang-kadang
ketika aku mempunyai rezeki lebih aku yang mengajaknya. Memang ada rasa minder
dalam diriku setiap kali ia yang mentraktir makan, tetapi dia tidak pernah
mempermasalahkannya. Di kafe kami duduk di meja nomer 7 dan Virdan memanggil
pelayan untuk memesan makanan. Datanglah seorang pelayan wanita dengan dua buah
buku menu ditangannya. Sesosok wanita yang sangat anggun dengan jilbab merah
muda yang membuat wajahnya terlihat sangat manis. Aku terpana memandanginya dan
ku dengar suara yang begitu lembut dan santun membuyarkan lamunanku.
“Maaf mas, ini daftar menunya”, kata
wanita itu sambil menyuguhkan buku menu kepadaku.
“Oh, terima kasih”, kataku agak pangling.
Wanita itu juga menyerahkan buku menu
kepada Virdan. Ku arahkan pandanganku kepada Virdan dan ku lihat rona wajah dan
matanya menyiratkan tanda ketertarikan dan rasa suka pada wanita itu. Akupun
membuka buku menu yang telah diberikan wanita tadi. Kemudian aku memesan ikan
gurame goreng kremes sambal hijau dan minumannya jus melon.
“Kamu mau pesan apa Vir?”, tanyaku.
Tampaknya ia tak mendegar apa yang ku
katakan.
“Maaf, masnya mau pesan apa ya?”, tanya
wanita itu.
Sontak saja Virdan terkejut dan menjawab,
“iya mba, saya mau pesan ayam asam manis”.
“Kalau minumnya?”, tanya wanita itu lagi.
“Minumnya jus jeruk aja mba,” jawabnya.
“Kalau kamu pesan apa Dre?”, tanyanya.
“Aku sudah pesan ikan gurame goreng kremes
sambal hijau dan minumnya jus melon”, jawabku.
“Mohon ditunggu ya mas, saya ambilkan
pesanannya dulu”, kata wanita itu sambil tersenyum meninggalkan kami.
Lantunan
musik Jazz mengalun merdu menghibur para pengunjung kafe sambil menunggu
pesanan mereka datang.
“Dre, kok aku jadi deg-degan ya?”, tanya
Virdan kepadaku.
“Maksudmu?”, tanyaku balik.
“Begini Dre, saat wanita tadi datang aku
terpana dan terpesona melihatnya”, kata Virdan.
“Jangan-jangan kamu jatuh cinta pada
pandangan pertama”, godaku.
“Jangan bercanda kamu Dre”, katanya
terlihat malu.
“Terus apa namanya kalau begitu?, tanyaku.
Belum sempat Virdan menjawab pertanyaanku
datanglah wanita tadi dengan membawa pesanan kami.
“Ini mas pesanannya, maaf lama menunggu”,
katanya sambil menyuguhkan makanan kami.
“Gak apa-apa mba, terima kasih ya”,
kataku.
“Terima kasih mba”, kata Virdan juga.
“Iya, sama-sama”, sahutnya.
Kami pun makan makanan yang telah kami
pesan tadi. Ketika hampir selesai tiba-tiba handphone Virdan berbunyi. Kemudian
ia angkat telpon dari seseorang yang entah dari siapa. Tak lama ia berbicara
dan bergegas seperti orang yang panik. Diletakkannya uang lima lembar ratusan
ribu dan berlari meninggalkan kafe...
Bersambung...