PERSAHABATAN DAN CINTA (1)

on Sabtu, 20 April 2013



Cuaca hari ini begitu ekstrim yang tadinya panas menyengat sejak pagi, menjelang sore berubah menjadi  digin dengan hujan yang sangat lebat. Aku sejak tadi berdiri sendirian di depan gerbang kampus menunggu hujan reda. Aku tidak bisa pulang karena hari ini aku tidak bawa motor ke kampus.
“Dre !”
Tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilku. Ku menoleh dan kulihat sesosok yang kukenal meskipun aku tidak begitu akrab dengannya.
“Oh, kamu Vir, ada apa?”, sahutku pada Virdan.
“Kok kamu masih disini, kenapa gak pulang?”, tanya nya padaku.
“Harinya kan masih hujan jadi aku gak bisa pulang, mana rumahku jauh lagi”, jawabku.
“Daripada kamu mojok disini sendirian dan yang lain sudah pada pulang, mendingan kamu ikut aku”, ajaknya.
“Memangnya mau kemana?”, tanyaku.
“Ke rumahku aja, dekat kok dari sini”, jawabnya.
“Ya sudah boleh juga kalau begitu”, kataku.
Kami pun beranjak pergi meninggalkan kampus dan menju rumahnya dengan mengendarai motor ninja miliknya. Meskipun pakaian yang kami kenakan cukup basah akibat kehujanan di perjalanan akhirnya kami sampai di rumahnya. Ini baru pertama kalinya aku berkunjung ke rumahnya. Ternyata dia adalah orang yang sangat kaya dengan rumah mewah yang dihiasi dengan taman yang luas dan air mancur berada ditengah-tengah taman. Virdan orangnya tidak seperti orang kaya pada umumnya yang sering memamerkan harta mereka, ia berbeda dan sama sekali tidak pernah memperlihatkan ataupun memamerkan kekayaan yang dimilikinya. Setahuku ketika di kampus ia terlihat biasa-biasa saja.
Sesampainya di rumah ia langsung memarkirkan motornya di dalam bagasi yang kulihat ada lima buah mobil merek terkenal dan mahal di sana. Dia mengajakku masuk ke dalam rumahnya dan disambut oleh seorang wanita yang ternyata adalah ibunya.
“Kamu sudah pulang Vir,  ini siapa?” tanya ibunya.
“Oh iya ma, perkenalkan ini Andre teman sekampusku”, jawabnya. Sambil memperkenalkanku pada ibunya.
“Andre, tante”, ucapku sambil menyalami ibunya.
“Saya ibunya Virdan, salam kenal ya”, balasnya sambil tersenyum.
“Virdan, ayo ajak Andre ke kamarmu pinjami ia pakaian ganti kasihankan basah kuyup begitu”, suruh ibunya.
“Iya ma”, jawabnya.
Aku pun diajak Virdan ke kamarnya yang ada di lantai dua.
 “Aku masuk dulu ya tante”, kataku pada ibunya.
“Iya silakan, tapi setelah itu kalian berdua makan ya, ini sudah tante siapkan , pesan ibunya.
“Terima kasih tante,” ucapku sambil menuju kamar Virdan.
Ibunya Virdan seorang wanita yang baik sama seperti Virdan.
Di kamarnya aku dipinjami pakaian dan disuruh memilih yang mana yang aku suka. Meskipun begitu aku merasa sungkan dan memintanya untuk memilihkannya untukku. Kemudian ia memberiku pakaian yang menurutku itu sangat bagus sekali, padahal aku minta yang biasa saja. Selesai berganti pakaian kami ke meja makan dan disana sudah tersedia berbagai macam makanan. Kami pun makan bersama-sama dan ibunya Virdan menyuruhku untuk menambah makananku. Tetapi aku menolak karena sudah merasa kenyang. Setelah selesai makan aku beristirahat sebentar di teras samping rumahnya yang kebetulan ada kolam renangnya.
Hari menjelang magrib dan hujan pun sudah reda. Aku berpamitan pada ibunya untuk pulang.
“Tante, aku pulang dulu ya dan terima kasih banyak atas semuanya” kataku pada ibunya.
“Iya sama-sama, kapan-kapan datang lagi ya,” kata ibunya.
“Iya tante, kapan-kapan aku mampir lagi kesini”, kataku.
                Aku pun diantar pulang oleh Virdan sampai rumahku. Memang rumahku tak semewah milik Virdan, tetapi rumah sederhanaku ini tertata rapi dan bersih.
“Terima kasih banyak ya Vir merepotkan kamu”, ucapku.
“Iya gak apa-apa, biasa aja lagi”, sahutnya.
“Mau mampir dulu”, ajakku padanya.
“Nanti kapan-kapan dan salam aja buat ibu kamu ya”, jawabnya sambil memalingkan motornya.
“Iya akan aku sampaikan, kata ku. “Vir, ini pakaianmu gimana?”, tanyaku lagi.
“Pakai aja dulu nanti saja dikembalikannya”, jawabnya.
“Aku pulang dulu”, ujarnya sambil menjalankan motornya.
“Hati-hati”, jawabku dengan suara agak nyaring.
“Sip”, sahutnya disertai acungan jempol.
                Tak terlihat lagi ia dan motornya ditelan hari yang mulai gelap tanda datangnya malam. Aku pun masuk ke dalam rumahku dan ku sampaikan salam darinya untuk ibuku.
***
                Aku dan Virdan menjadi sahabat akrab. Saking begitu akrabnya banyak orang menyangka bahwa kami adalah saudara kandung. Kami saling membantu satu sama lain, bila berkenaan dengan perkuliahan aku yang selalu membantunya. Sebaliknya, bila berkaitan dengan materi pasti dia yang selalu membantuku. Karena dia tahu bahwa aku adalah orang yang berasal dari keluarga sederhana sedangkan dia berasal dari keluraga kaya. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah buatnya. Untuk berbuat baik dia tidak pernah memandang status seseorang.
                 Sepulang dari kuliah aku dan Virdan pergi kesebuah kafe untuk makan siang. Tentu saja ia yang mengajakku, kadang-kadang ketika aku mempunyai rezeki lebih aku yang mengajaknya. Memang ada rasa minder dalam diriku setiap kali ia yang mentraktir makan, tetapi dia tidak pernah mempermasalahkannya. Di kafe kami duduk di meja nomer 7 dan Virdan memanggil pelayan untuk memesan makanan. Datanglah seorang pelayan wanita dengan dua buah buku menu ditangannya. Sesosok wanita yang sangat anggun dengan jilbab merah muda yang membuat wajahnya terlihat sangat manis. Aku terpana memandanginya dan ku dengar suara yang begitu lembut dan santun membuyarkan lamunanku.
“Maaf mas, ini daftar menunya”, kata wanita itu sambil menyuguhkan buku menu kepadaku.
“Oh, terima kasih”, kataku agak pangling.
Wanita itu juga menyerahkan buku menu kepada Virdan. Ku arahkan pandanganku kepada Virdan dan ku lihat rona wajah dan matanya menyiratkan tanda ketertarikan dan rasa suka pada wanita itu. Akupun membuka buku menu yang telah diberikan wanita tadi. Kemudian aku memesan ikan gurame goreng kremes sambal hijau dan minumannya jus melon.
“Kamu mau pesan apa Vir?”, tanyaku.
Tampaknya ia tak mendegar apa yang ku katakan.
“Maaf, masnya mau pesan apa ya?”, tanya wanita itu.
Sontak saja Virdan terkejut dan menjawab, “iya mba, saya mau pesan ayam asam manis”.
“Kalau minumnya?”, tanya wanita itu lagi.
“Minumnya jus jeruk aja mba,” jawabnya. “Kalau kamu pesan apa Dre?”, tanyanya.
“Aku sudah pesan ikan gurame goreng kremes sambal hijau dan minumnya jus melon”, jawabku.
“Mohon ditunggu ya mas, saya ambilkan pesanannya dulu”, kata wanita itu sambil tersenyum meninggalkan kami.
                Lantunan musik Jazz mengalun merdu menghibur para pengunjung kafe sambil menunggu pesanan mereka datang.
“Dre, kok aku jadi deg-degan ya?”, tanya Virdan kepadaku.
“Maksudmu?”, tanyaku balik.

“Begini Dre, saat wanita tadi datang aku terpana dan terpesona melihatnya”, kata Virdan.
“Jangan-jangan kamu jatuh cinta pada pandangan pertama”, godaku.
“Jangan bercanda kamu Dre”, katanya terlihat malu.
“Terus apa namanya kalau begitu?, tanyaku.
Belum sempat Virdan menjawab pertanyaanku datanglah wanita tadi dengan membawa pesanan kami.
“Ini mas pesanannya, maaf lama menunggu”, katanya sambil menyuguhkan makanan kami.
“Gak apa-apa mba, terima kasih ya”, kataku.
“Terima kasih mba”, kata Virdan juga.
“Iya, sama-sama”, sahutnya.
Kami pun makan makanan yang telah kami pesan tadi. Ketika hampir selesai tiba-tiba handphone Virdan berbunyi. Kemudian ia angkat telpon dari seseorang yang entah dari siapa. Tak lama ia berbicara dan bergegas seperti orang yang panik. Diletakkannya uang lima lembar ratusan ribu dan berlari meninggalkan kafe...
Bersambung... 

0 komentar:

Posting Komentar